Daftar Blog Saya

Rabu, 08 Desember 2010

Misteri Lidah Api Hessdalen

Perbukitan Hessdalen di tengah bagian Norwegia pernah bikin geger dunia. Di tempat ini bergentayangan lidah api yang tak pernah teridentifikasi hingga kini.

Kalaupun akhirnya disimpulkan sebagai obyek tak dikenal alias UFO (Unidentified Flying Object), penampakannya tetap akan selalu dikenang sebagai yang spektakuler. Begitulah kira-kira kata akhir sejumlah ilmuwan yang pada tahun 1983-1984 berkesempatan menyaksikan dan meneliti langsung lidah api di Hessdalen. Dari berbagai institusi internasional mereka datang dengan sederetan detektor canggih (kamera, seismograf, radar, spektrum analiser, magnetometer, laser, geigercounter, dan IR-viewer), namun fisik sang lidah api tak juga teridentifikasi. Secara fisik, ia menunjukkan bentuk. Namun strukturnya ­ajaib­ sama sekali tak tersusun secara materi.

Hessdalen adalah nama perbukitan di bagian tengah Norwegia atau kira-kira di sebelah Tenggara Trondheim. Perbukitan ini melintang sepanjang 12 kilometer dan dihuni sekitar 150 warga. Begitulah data demografi yang tercatat pada awal dekade 80-an. Suatu ketika pada bulan Desember 1981 sekonyong-konyong terjadilah peristiwa yang kemudian terkenal hingga ke berbagai pelosok dunia. Lidah api tiba-tiba bergentayangan melintas perbukitan ini perlahan lebih dari sejam, sesekali berhenti, disaksikan sejumlah warga yang mukim di situ. Pada saat-saat tertentu, ia juga bisa melesat cepat secara tiba-tiba dengan kecepatan 8.500 meter per detik. Begitulah yang terpantau radar.

Lidah api yang terpantau sendiri tak mutlak bergentayangan hanya dalam satu bentuk. Seperti pernah diabadikan dalam foto-foto, ia terkadang muncul mirip peluru, lalu esoknya berubah bentuk jadi bola football. Ia juga pernah terlihat mirip pohon natal. Warnanya yang keputihan terkadang terselaput kuning sebagaimana laiknya warna api. Tetapi dilain hari, ia terkadang juga menampilkan cahaya kemerahan, hijau, biru, dan kekuningan, dalam waktu yang bersamaan.

Berbeda dengan penampakkan UFO pada umumnya yang senantiasa 'malu-malu kucing' ­ tiba-tiba menghilang jika jejaknya terdeteksi atau jika ada orang yang menyaksikan, Lidah Api Hessdalen justru bisa dinikmati semua orang, bahkan hingga bertahun-tahun. Sayangnya hingga sedemikian jauh, tak satupun institusi penelitian resmi dikirim Pemerintah Norwegia untuk menyelidiknya. Fenomena ini dibiarkan begitu saja seolah bukan sesuatu yang luar biasa.

Sebuah inisiatif penelitian uniknya baru mencuat pada Juni 1983 begitu fenomena ini menunjukkan tanda-tanda surut. Proyek ini ditangani lima orang dengan dana pribadi.

Kelima orang ini mengendalikan: sebuah komite kerja, yang bertanggung-jawab atas kelangsungan proyek; dan sebuah komite penasehat, yang bertanggung-jawab atas studi teoritikal. Belakangan mereka bekerja dengan optimal karena sejumlah kelompok peneliti lokal, diantaranya ilmuwan Norwegian Defence Research Establishment (NDRE), Universitas Oslo, Universitas Bergen, dan Universitas Trondheim, mau juga ikut bergabung. Yang mengesankan, mereka juga menyertakan meski pasif masyarakat setempat dengan cara senantiasa menyebarkan buletin ilmiah setiap kali etape penelitian diselesaikan. Hal ini dilakukan demi obyektivitas, karena siapa tahu ada di kalangan masyarakat awam tersebut ternyata memiliki data yang tak pernah dipikirkan atau dimiliki para ilmuwan.

Tak dikenal

Upaya penelitian mulai berjalan serius ketika berbagai dukungan fasilitas berdatangan mewarnai proyek ini pada Februari 1984. Fasilitas ini terdiri dari sebuah kamera, seismograf, radar, analisator spektrum, magnetometer, laser, geigercounter, dan IR-viewer. Dalam hal ini, kamera digunakan untuk melihat ujud nyata dari sang lidah api, bagaimana proses termalnya, dan kombinasi gas apa yang tersusun di dalamnya. Sementara seismograf digunakan untuk memeriksa apakah lidah api ini membuat permukaan tanah yang dilalui bergetar atau tidak.

Di lain pihak radar (jenis Atlas 2000) dipakai untuk mengetahui apakah dia bisa memantulkan gelombang radar, dan jika bisa selanjutnya juga akan dipakai untuk menjejak posisi dan kecepatan geraknya. Analisator spektrum untuk melihat apakah fenomena ini ada kaitannya dengan gelombang elektromagnet yang banyak berseliweran di atmosfer. Magnetormeter untuk memeriksa medan magnet. Dan, geiger meter untuk memeriksa apakah ia memancarkan polusi radioaktif atau tidak.

Peralatan tersebut diletakkan melingkar (dengan titik fokus fenomena yang akan diperiksa) berpindah-pindah sesuai dengan tempat mampirnya obyek. Mulai dari Aspaskjolen tempat dimana sebuah karavan ditempatkan sebagai markas pengamatan hingga Pegunungan Finnsahogda. Jarak antara peralatan tersebut dengan obyek pengamatan rata-rata berkisar dua kilometer.

Penelitian ini selanjutnya berjalan dengan antusiasme tinggi karena ikut mendukung pula pakar UFO dunia, Prof Dr JA Hynek yang langsung datang dari Amerika. Itu sebabnya pula sejumlah peminat UFO lokal pun segera berdatangan. Baik yang berasal dari komunitas UFO-Norway, UFO-Sweden, dan Foreningen for Psykobiosfysik. Selain kaum metafisikawan, menjelang penelitian bergulir cepat ikut mencurahkan pikiran pula fisikawan Institute for Theoretical Astrophysics, Institute of Solid Earth Physics, Physical Institute, dan NORSAR.

Antara 21 Januari hingga 26 Februari 1984 mereka berhasil mengumpulkkan ratusan data/laporan, namun ternyata hasilnya 'diluar dugaan'. Obyek ini ternyata bukan sembarang api. Operator kamera sering dibingungkan karena fenomena ini kerap menghilang lalu muncul kembali dalam hitungan menit. Begitu pula yang dihadapi operator spektrograf. Pangamatan tak pernah berjalan optimal karena spektrum yang tertangkap terlalu lemah. Seismograf yang dipasang juga tak pernah merekam data getaran yang muncul kecuali gempa bumi sungguhan dari arah pegunungan.

Yang paling ajaib adalah hasil pengamatan radar Atlas 2000. Dari 36 kali rangkaian bidikan, alat ini menangkap bayangan yang bikin geleng kepala. Bayangan ini mengesankan bahwa sasarannya berupa metal padat, memiliki gradien suhu yang tinggi, lembab, dan bertekanan. "Akan tetapi ini adalah sesuatu yang mustahil," kata seorang ilmuwan berusaha menjelaskan. "Bagaimana tidak? Bayangan itu semestinya tak boleh terjadi karena sang lidah api hanyalah seonggok gas yang mengawang-ngawang Gas yang mudah terionisasi. Ia tak semestinya memantulkan gelombang radar," tambahnya.

Demikian pula yang direkam analisator spaktrum. Data yang terekam sama sekali tak menunjukkan untaian spektrum yang pernah ada di Bumi. Spektrumnya benar-benar tak dikenal.

Jadi 'benda' apakah ini sesungguhnya? Mengakhiri penelitiannya pada pertengahan 1984, para ilmuwan yang terlibat dalam penelitian tersebut, tanpa ayal, tak bisa menyimpulkan apa-apa. "Kami hanya bisa menyimpulkan sesuatu jika data yang kami dapat ada dalam batas-batas ukuran yang kami punya. Tetapi semua itu ternyata melenceng dari yang pernah kami bayangkan," ujar salah seorang di antaranya. Mereka pun terpaksa kembali ke negaranya masing-masing dengan macam-macam hipotesa.

Hingga kini Lidah Api Hessdalen masih senantiasa dianggap sebagai fenomena yang tak terpecahkan.
cincin itu hilang daat ia berkunjung ke perkebunan kentang, tetapi secara kebetulan ia menemukannya lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar